Analisis Investasi dan Pasar Modal

Wacana pemerintah menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2013 harga jual minyak premium dari semula Rp. 4.500 menjadi Rp. 6.500 akan berakibat multiplier efek terhadap perekonomian Indonesia termasuk pasar modal. Tingkat kenaikan sebesar Rp. 2.000 atau sebesar 44 % berarti secara makro ekonomi tingkat pertumbuhan produksi harus tumbuh lebih kurang 44 % agar perekonomian tetap stabil. Pada kenyataannya isu dan informasi kenaikan sudah lebih dahulu mempengaruhi harga pasar sehingga masyarakat akan mengalami beban biaya sebesar lebih kurang dua kali kenaikan harga pasar. Jika hal itu dikaitkan dengan aspek pasar modal maka masyarakat akan semakin turun tingkat kepercayaannya terhadap Rupiah karena fluktuasi Profit Earning Ratio yang mewakili tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aktivitas jual beli saham. 


Jika harga minyak tidak naik maka pihak pemerintah akan mengalami defisit anggaran yaitu bahwa harga yang diterima oleh penjual minyak akan sedikit dibandingkan dengan pendapatan dan biaya pada saat pemerintah membeli minyak. Dalam prospek pemerintah harus menghadapi kekurangan daya beli yaitu lebih besar pengeluaran dari pada pemasukan. Keputusan untuk tindakan menghabiskan harga minyak akan mempengaruhi secara langsung kepada komite ekonomi pemerintah melalui perhitungan subsidi sehingga pertumbuhan ekonomi semakin lesu.